Syahwat Seksual
Ketahuilah bahwa syahwat untuk bersetubuh dikuasai kepada manusia untuk dua faedah. Pertama, melestarika keturunan dan keberadaan manusia. Kedua, untuk analogi nikmat akhirat. Nikmat bersetubuh, jika lestari (tidak sekejap), tentu ia merupakan kenikmatan tubuh yang paling kuat (puncak kenikmatan tubuh). Inilah dua faedah syahwat seksual. Tetapi, dalam kenikmatan seksual ini terdapat bahaya yang bisa menghancurkan agama dan dunia, yakni apabila tidak dikontrol dan dikendalikan pada batas yang seimbang . Di dalam firman Allah disebutkan,.. ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya... (al-Baqarah [2] 286). Dalam satu riwayat disebutkan bahwa beban yang dimaksud adalah syahwat untuk bersetubuh yang tidak tertahankan. Rasulullah saw. memohon kepada Allah agar pendengaran, penglihatan, hati, dan seleranya dilindungi.
Syahwat seksual ini memiliki beragam tingkat: hiper (ifrâth), lemah (tafrîth) dan normal (i'tidâl).
Pertama, hiperseks. Yaitu kondisi syahwat seksual yang mengalahkan akal dan mengeluarkan dari batas normal, sehingga perhatikan si lelaki hiperseks ini hanya tertuju pada persetubuhan, dan itu membuat sibuk hingga abai untuk menempuh jalan akhirat dan ibadah. Selain mengalahkan akal, kondisi syahwat seksual yang hiper ini juga mengalahkan agama, membuatnya menerabatas batas-batas dengan berzina dan melakukan hal-hal terlarang lainnya. Pada sekelompok orang, kondisi ini membuatnya melakukan dua tindakan buruk (keji). Pertama, mengkosumsi segala hal yang bisa memperkuat daya seksual mereka untuk lebih sering lagi bersetubuh. Seperti orang yang mengkosumsi obat penguat perut untuk nafsu makan. Yang seperti ini lebih serupa orang yang diserang binatang buas tetapi malah tidur dan tidak melarikan diri. Ia melakukan rekayasa untuk mengutamakan dan membangkitkan gairahnya, lalu sibuk melampiaskannya. Sungguh, nafsu makan dan syahwat seksual merupakan dua hal yang sejatinya manusia ingin lepas darinya, maka ia mencari jalan pelampiasannya, Kedua, pada sebagian orang hiperseks ini sampai pada tingkat 'isyq (gila seks), dan itu kebodohan puncak, dan ini lebih dari binatang, Karena, seorang 'âsyiq tidak puas dengan melampiasakan syahwat seksualnya hingga ia meyakini bahwa syahwatnya tidak bisa dipenuhi dari satu tempat.
Kedua, lemah syahwat (semacam impotensi). Yaitu kondisi si lemah dan tidak mampu melakukan persetubuhan. Ini Juga tidak baik bagi laki-laki, karena bisa memutus keturunan. Keadaan seperti ini ada yang bisa diobati dan ada yang tidak bisa diobati karena sudah bawaan.
Ketiga, normal, dan inilah yang baik, Ketika syahwat taat kepada akal dan syarak dalam pelampiasan dan pengekangannya, maka itu sesuai dengan hukum dan hikmah syariat. Apabila syahwat seksual berlebihan, ia dipecahkan dengan lapar dan nikah. Oleh karena itu Rasulullah saw. bersabda, "Wahai sekalian pemuda, menikahlah. Barang siapa belum mampu, berpuasalah. Karena sesungguhnya puasa menjadi wajî (tabir) baginya." Wallâh a'alam.
Ketahuilah bahwa syahwat untuk bersetubuh dikuasai kepada manusia untuk dua faedah. Pertama, melestarika keturunan dan keberadaan manusia. Kedua, untuk analogi nikmat akhirat. Nikmat bersetubuh, jika lestari (tidak sekejap), tentu ia merupakan kenikmatan tubuh yang paling kuat (puncak kenikmatan tubuh). Inilah dua faedah syahwat seksual. Tetapi, dalam kenikmatan seksual ini terdapat bahaya yang bisa menghancurkan agama dan dunia, yakni apabila tidak dikontrol dan dikendalikan pada batas yang seimbang . Di dalam firman Allah disebutkan,.. ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya... (al-Baqarah [2] 286). Dalam satu riwayat disebutkan bahwa beban yang dimaksud adalah syahwat untuk bersetubuh yang tidak tertahankan. Rasulullah saw. memohon kepada Allah agar pendengaran, penglihatan, hati, dan seleranya dilindungi.
Syahwat seksual ini memiliki beragam tingkat: hiper (ifrâth), lemah (tafrîth) dan normal (i'tidâl).
Pertama, hiperseks. Yaitu kondisi syahwat seksual yang mengalahkan akal dan mengeluarkan dari batas normal, sehingga perhatikan si lelaki hiperseks ini hanya tertuju pada persetubuhan, dan itu membuat sibuk hingga abai untuk menempuh jalan akhirat dan ibadah. Selain mengalahkan akal, kondisi syahwat seksual yang hiper ini juga mengalahkan agama, membuatnya menerabatas batas-batas dengan berzina dan melakukan hal-hal terlarang lainnya. Pada sekelompok orang, kondisi ini membuatnya melakukan dua tindakan buruk (keji). Pertama, mengkosumsi segala hal yang bisa memperkuat daya seksual mereka untuk lebih sering lagi bersetubuh. Seperti orang yang mengkosumsi obat penguat perut untuk nafsu makan. Yang seperti ini lebih serupa orang yang diserang binatang buas tetapi malah tidur dan tidak melarikan diri. Ia melakukan rekayasa untuk mengutamakan dan membangkitkan gairahnya, lalu sibuk melampiaskannya. Sungguh, nafsu makan dan syahwat seksual merupakan dua hal yang sejatinya manusia ingin lepas darinya, maka ia mencari jalan pelampiasannya, Kedua, pada sebagian orang hiperseks ini sampai pada tingkat 'isyq (gila seks), dan itu kebodohan puncak, dan ini lebih dari binatang, Karena, seorang 'âsyiq tidak puas dengan melampiasakan syahwat seksualnya hingga ia meyakini bahwa syahwatnya tidak bisa dipenuhi dari satu tempat.
Kedua, lemah syahwat (semacam impotensi). Yaitu kondisi si lemah dan tidak mampu melakukan persetubuhan. Ini Juga tidak baik bagi laki-laki, karena bisa memutus keturunan. Keadaan seperti ini ada yang bisa diobati dan ada yang tidak bisa diobati karena sudah bawaan.
Ketiga, normal, dan inilah yang baik, Ketika syahwat taat kepada akal dan syarak dalam pelampiasan dan pengekangannya, maka itu sesuai dengan hukum dan hikmah syariat. Apabila syahwat seksual berlebihan, ia dipecahkan dengan lapar dan nikah. Oleh karena itu Rasulullah saw. bersabda, "Wahai sekalian pemuda, menikahlah. Barang siapa belum mampu, berpuasalah. Karena sesungguhnya puasa menjadi wajî (tabir) baginya." Wallâh a'alam.
Komentar
Posting Komentar