Soehardjoepri (Hasbi Maula):
Sejenak Pagi:
*Berkata baik.. Lah*
*Berkata baik.. Lah*
Tidak setiap hari kita bisa melihat fenomena menakjubkan seperti ini, yaitu sebuah pohon apel yang nyaris tidak memiliki bahkan sehelai daun, perlahan-lahan berbuah puluhan apel merah yang manis dan ranum. Subhanallah. Indahnya.
Seandainya bisa bicara, pohon-pohon lain pasti iri kepada yang satu ini. Jangankan pohon, kita saja manusia iri dengannya.
Tidakkah kita juga menginginkan menjadi seseorang yang nyaris tidak pernah berbicara bahkan sepotong kalimat, tetapi begitu ia bicara maka ucapannya penuh dengan ilmu dan hikmah yang manis dan ranum. Subhanallah. Indahnya.
Inilah dia pesan yang disampaikan Rasululloh dalam sabdanya,
*"Barangsiapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhir maka hendaknya dia berkata yang baik atau diam.”*
(HR. Bukhari - Muslim)
(HR. Bukhari - Muslim)
Seorang muslim bukanlah orang yang banyak bicara tetapi pembicaraan yang tidak berguna. Bukan pula yang banyak menulis tetapi tulisan yang tidak bermanfaat. Begitulah nasihat Nabi.
Mari kita temukan penyebabnya, agar kita bisa dapatkan solusinya. Ketahuilah, bahwa kebiasaan kita mulai menulis hal yang sia-sia diawali karena kita banyak membaca hal yang sia-sia pula.
Bukankah air yang akan keluar dari sebuah teko sesuai dengan air apa yang sebelumnya kita masukkan ke dalamnya?
Kenyataannya kita memang cenderung menyukai hal-hal yang tidak berguna. Kemudahan akses kepada media sosial membuat kita kecanduan tanpa disadari. Sebuah dorongan dari dalam diri kita menggerakkan kedua tangan ini untuk mengecek facebook, instagram, whatsapp, dan sebagainya.
Ketika kita melakukannya, tubuh mengeluarkan hormon endorfin. Inilah dia hormon yang menimbulkan sensasi lega dan nyaman. Tetapi hanya sementara saja, karena beberapa menit kemudian dorongan itu muncul lagi. Kitapun mengecek lagi dan mendapatkan rasa puas kembali.
Begitulah seterusnya hari berganti minggu, bulan berganti tahun, dan jadilah kita kecanduan. Banjir informasi masuk ke dalam otak entah itu baik ataupun tidak. Maka tidak heran jika kemudian kita tidak berhenti sebagai penonton, mulailah kita menjadi pemain.
Sedikit demi sedikit menulis status. Sebentar-sebentar ingin dapat perhatian orang lain. Like dan share menjadi kenikmatan tersendiri bila kita berhasil menciptakannya. Hidup kok gini-gini amat sih.
Saudara dan sahabatku, mari kembali fokus kepada tujuan kita. Bersih-bersih dari pengaruh apapun yang tidak bermanfaat. Mau sampai kapan nasib kita ditentukan media sosial.
Buktikanlah begitu kita selektif hanya membaca informasi yang terpuji, maka kitapun hanya akan menulis sesuatu yang terhormat.
Tidak ada yang melarang kita berinteraksi di media sosial. Hanya saja seorang muslim itu bijaksana dalam interaksinya. Ia bagaikan pohon apel yang istimewa tersebut. Tidak pernah berdaun, tetapi sekalinya muncul justru hanya buah yang indah.
Semoga kita menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.
*Robbana Taqobbal Minna*
Ya Alloh terimalah dari kami (amalan kami), aamiin
Ya Alloh terimalah dari kami (amalan kami), aamiin
Komentar
Posting Komentar